Definisi dari diare dan konstipasi terus diperdebatkan selama beberapa tahun, terutama karena adanya definisi yang bervariasi mengenai pola normal perut. Kebanyakan dokter menganggap satu definisi saja tidak cukup efektif untuk menjelaskan masalah medis.
Para dokter biasanya menggabungkan dua aspek utama mengenai definisi konstipasi : (a) sulit BAB ( Buang Air Besar) (b) jarang BAB. Namun, pasien menggambarkan konstipasi dengan jarang sekali BAB, berkurangnya volume feses, kesulitan BAB, feses keras, luka pada saat BAB, perut terasa tidak enak karena feses tidak keluar semua, jarang ingin BAB.
Para dokter biasanya menggabungkan dua aspek utama mengenai definisi konstipasi : (a) sulit BAB ( Buang Air Besar) (b) jarang BAB. Namun, pasien menggambarkan konstipasi dengan jarang sekali BAB, berkurangnya volume feses, kesulitan BAB, feses keras, luka pada saat BAB, perut terasa tidak enak karena feses tidak keluar semua, jarang ingin BAB.
Definisi diare lebih mengarah ke konsistensi daripada konstipasi. Umumnya, diare identik dengan adanya tiga atau lebih gerakan tak beraturan per hari pada usus besar yang disertai dengan gejala demam, kejang perut atau mual. Lebih jauh, diare digambarkan dengan meningkatnya kondisi berat dan keenceran feses yang tidak normal. Parameter objektif untuk diare akut adalah terjadi ekskresi cairan feses lebih dari 150-200 ml setiap 24 jam.
Fisiologi Usus Normal
Tiga aspek utama fungsi perut terdiri dari : absorpsi kolon, motilitas kolon dan reflek defekasi (BAB).
Dalam satu hari, volume cairan yang masuk ke dalam duodenum pada orang yang makan tiga kali sehari adalah sebanyak 9 liter. Kira-kira 8 liter sehari diserap oleh usus kecil di mana 1 – 1,5 liter diantaranya masuk ke dalam kolon. Kolon menyerap 0,9 – 1,4 liter per hari (90%). Kapasitas daya serap kolon melebihi kapasitas daya serap usus kecil yang hanya menyerap 75% cairan. Pengeluaran feses per hari kurang dari 200 ml, yang mengandung 5 mEq sodium dan 8 mEq potasium.
Motilitas kolon terdiri atas 3 pola kontraksi otot yang dikontrol oleh sistem syaraf otonomi, yaitu : (a) kontraksi segmen nonpropulsif, yang mencampur isi lumen ; (b) kontraksi propulsif segmen pendek, yang mendorong dan menarik isi lumen untuk membantu penyerapan ; dan (c) kontraksi propulsif segmen panjang, yang mendorong jauh isi lumen. Keinginan untuk BAB terjadi jika lambung terasa penuh dan peningkatan aktivitas fisik memicu refleks gastroenterik untuk menimbulkan gerakan peristaltik yang hebat. Feses terdorong ke dalam kolon sigmoid menuju rektum, menimbulkan rasa ingin BAB. Hal ini lebih sering terjadi setelah selesai sarapan.
BAB dimulai saat rektum menggelembung karena feses. Biasanya, rektum bisa membedakan gelembung yang ditimbulkan oleh cairan, kentut, atau feses, karena adanya refleks BAB. Pengosongan p